Syaikh Shalih bin Abdul Aziz alu Syaikh hafizhahullah berkata :
Sesungguhnya ilmu dan kegiatan menimba ilmu termasuk amal ibadah paling utama dalam mendekatkan diri kepada Allah ‘azza wa jalla. Bahkan, banyak diantara para ulama memasukkan perbuatan menimba ilmu sebagai amal nafilah/sunnah paling utama yang semestinya dituntut atau dicari oleh seorang hamba.
Oleh karenanya, upaya untuk menyebarkan ilmu yang bermanfaat yaitu yang bersumber dari kitab Allah ‘azza wa jalla dan dari Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berasal dari apa-apa yang telah dijelaskan oleh para ulama Islam yang terpercaya di dalam agamanya dalam memahami al-Kitab dan as-Sunnah; sesungguhnya usaha untuk itu termasuk dalam kategori jihad di jalan Allah ‘azza wa jalla. Dan hal itu termasuk sebab yang jelas akan membuat marah/tidak senang setan dan musuh-musuh agama ini.
Tidaklah diragukan, bahwa hal ini adalah sesuatu yang sangat bisa diwujudkan. Karena sesungguhnya para ulama di sepanjang zaman dan di segala tempat merupakan pewaris para nabi. Apabila mereka itu adalah pewaris para nabi; itu artinya mereka lah orang-orang yang mengemban tugas-tugas agama -untuk menerangkan ilmu kepada manusia, pent-. Maka setiap kali bertambah ilmu -di tengah umat, pent- semakin bertambah pula kebaikan yang ada. Namun apabila ilmu semakin sedikit maka semakin suburlah kebodohan dan semakin merajalela keburukan.
Ditinjau dari sisi yang lain, sesungguhnya kaum muslimin pada masa sekarang ini sangat membutuhkan keberadaan penimba ilmu dalam jumlah yang besar dalam rangka memberikan pemahaman kepada kaum muslimin di berbagai belahan timur maupun barat di atas muka bumi ini.
Umat manusia sangat membutuhkan keberadaan orang-orang yang menjelaskan kebenaran kepada mereka; yang menerangkan kepada mereka tauhid yang lurus, aqidah yang murni, dan menjelaskan kepada mereka makna/hakikat ittiba’/mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan juga dalam rangka menjelaskan kepada mereka hukum-hukum syari’at. Untuk menjelaskan segala perkara yang menjadi sumber kekuatan dan kekokohan di dalam agama mereka. Dan untuk mewujudkan itu semuanya dibutuhkan penimba ilmu dalam jumlah yang sangat besar.
(lihat Syarh Tsalatsatil Ushul, cet. Maktabah Darul Hijaz, hal. 7-8)
Sebagian Dalil Tentang Keutamaan Ilmu
Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya yang paling merasa takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (Fathir : 28)
Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili hafizhahullah berkata, “Maka orang-orang yang merasa takut kepada Allah dengan sebenar-benarnya ialah para ulama. Para ulama, rasa takut mereka kepada Allah adalah rasa takut yang sempurna, karena pengetahuan dan pengenalan mereka tentang Allah ‘azza wa jalla dilandasi dengan ma’rifat/pengenalan yang sempurna.” (lihat al-‘Ilmu, Wasaa-iluhu wa Tsimaaruhu, hal. 6)
Hal ini memberikan faidah kepada kita bahwa sesungguhnya hakikat ilmu seorang hamba diukur dari rasa takutnya kepada Allah ta’ala. Ada seorang perempuan berkata kepada asy-Sya’bi rahimahullah, “Wahai orang yang ‘alim/berilmu, berikanlah fatwa kepadaku.” Maka beliau pun menjawab, “Sesungguhnya orang yang ‘alim adalah yang takut kepada Allah ‘azza wa jalla.” (lihat Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 166)
ar-Rabi’ bin Anas rahimahullah mengatakan, “Barangsiapa yang tidak takut kepada Allah ta’ala maka sesungguhnya dia bukanlah seorang yang ‘alim/berilmu.” Mujahid rahimahullah juga mengatakan, “Sesungguhnya orang yang benar-benar ‘alim ialah yang senantiasa merasa takut kepada Allah ‘azza wa jalla.” (lihat Shahih Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, hal. 166)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan pada dirinya niscaya Allah pahamkan dia dalam hal agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berangkat di awal siang menuju masjid sementara tidaklah dia berniat kecuali untuk mempelajari suatu kebaikan atau mengajarkannya, maka dia akan mendapatkan pahala seperti orang yang menunaikan ibadah haji dengan sempurna hajinya.” (HR. al-Hakim dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, al-Albani menyatakan hadits ini ‘hasan sahih’ dalam Shahih at-Targhib wa at-Tarhib)
Besarnya Kebutuhan Ilmu
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Manusia jauh lebih banyak membutuhkan ilmu daripada kebutuhan mereka kepada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman dibutuhkan -untuk dikonsumsi- dalam sehari sekali atau dua kali saja. Adapun ilmu maka ia dibutuhkan -untuk dipahami, pent- sebanyak hembusan nafas.” (lihat Miftah Daris Sa’adah, 1/248-249)
Imam Bukhari rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab Sahih-nya dengan judul ‘Ilmu sebelum berkata dan beramal’. Sebab ucapan dan perbuatan tidaklah menjadi benar kecuali dengan ilmu. Ilmu itulah yang akan meluruskan ucapan dan amalan. Bahkan, tidak ada keimanan yang benar kecuali apabila dilandasi dengan ilmu (lihat keterangan Syaikh Abdul Aziz ar-Rajihi hafizhahullah dalam Minhatul Malik al-Jalil, 1/226-227)
Oleh sebab itu setiap hari di dalam sholat kita memohon kepada Allah agar diberikan hidayah menuju jalan yang lurus; yaitu jalan orang yang diberikan nikmat dimana mereka itu adalah orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya. Orang yang berilmu tapi tidak mengamalkannya maka dia termasuk golongan yang dimurkai. Adapun orang yang beramal tanpa ilmu maka dia termasuk golongan orang yang sesat. Hal ini menunjukkan bahwasanya untuk bisa beramal dan beribadah dengan benar dibutuhkan ilmu, sehingga dengan cara itulah seorang insan akan bisa berjalan di atas jalan yang lurus/shirothol mustaqim (lihat Minhatul Malik al-Jalil, 1/227)
Jadilah Orang Yang Rabbani
Allah berfirman (yang artinya), “Jadilah kalian orang-orang yang rabbani.” (Ali ‘Imran : 79). Imam Bukhari rahimahullah menukil di dalam Sahihnya penafsiran ulama mengenai istilah ‘rabbani’ bahwa orang yang rabbani itu adalah yang mengajarkan kepada manusia ilmu-ilmu yang kecil/dasar sebelum ilmu-ilmu yang besar/rumit. Maksudnya adalah dia mengajarkan kepada manusia perkara-perkara yang jelas sebelum perkara yang samar. Dan tidaklah seorang menjadi rabbani kecuali apabila dia adalah berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain (lihat Minhatul Malik al-Jalil, 1/231-232)
Oleh sebab itu kita dapati para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang bersemangat untuk menimba ilmu sekaligus mengamalkannya. Tidaklah mereka melewati sekitar sepuluh ayat melainkan mereka berusaha memahami maknanya dan mengamalkannya. Mereka berkata, “Maka kami mempelajari ilmu dan amal secara bersama-sama.” (lihat al-‘Ilmu, Wasa-iluhu wa Tsimaaruhu oleh Syaikh Sulaiman ar-Ruhaili, hal. 19)
——–
Donasi Pembangunan Masjid
Kaum muslimin yang ingin berpartisipasi dalam pembangunan masjid yang akan dijadikan sebagai pusat dakwah dan pembinaan mahasiswa dan masyarakat bisa menyalurkan donasi kepada panitia pendirian Graha al-Mubarok – Forum Studi Islam Mahasiswa – melalui rekening di bawah ini :
Bank Syariah Mandiri (BSM) no rek. 706 712 68 17
atas nama Windri Atmoko
Bagi yang sudah mengirimkan donasi mohon untuk mengirimkan konfirmasi kepada panitia di no :
0857 4262 4444 (sms/wa)
Dengan format konfirmasi sbb :
Nama, alamat, tanggal transfer, besar donasi, pembangunan masjid
Contoh : Farid, Jogja, 25 Maret 2016, 1 Juta, Pembangunan Masjid
Demikian informasi dari kami, semoga bermanfaat.
– Panitia Pendirian Graha al-Mubarok
– Forum Studi Islam Mahasiswa (FORSIM)
– Ma’had al-Mubarok
Alamat Sekretariat : Wisma al-Mubarok 1. Jl. Puntadewa, Ngebel RT 07 / RW 07 Tamantirto Kasihan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelah selatan kampus terpadu UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) – barat asrama putri (unires) UMY – selatan SD Ngebel.
E-mail : forsimstudi@gmail.com
Fanspage Facebook : Kajian Islam al-Mubarok
Website : www.al-mubarok.com
NB : Insya Allah dalam waktu dekat ini akan diurus proses perataan tanah wakaf dan hal-hal yang berkaitan dengan wakaf dan pembentukan yayasan yang akan mengelola masjid tersebut.
Informasi seputar pendirian masjid dan wakaf tanah bisa menghubungi :
0896 5021 8452 (Yudha, Ketua Umum FORSIM)
——–